Pages

Ads 468x60px

Labels





Total Tayangan Halaman




Pencarian :

Selasa, 22 November 2011

Kalam Al-Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad; Zaman Yang Baik Dan Zaman Yang Buruk

Di setiap zaman dari semenjak dahulu sampai sekarang pasti terdapat di
dalamnya kebaikan dan keburukan. Di dalamnya terdapat orang-orang baik
dan orang-orang yang jahat, orang-orang yang shaleh dan para pembuat
kerusakan. Jikalau keadaan zaman itu lebih banyak kebaikan dan
orang-orang shalehnya serta banyaknya perbuatan yang baik, maka sudah
pasti kebaikan itulah yang lebih nampak dan merata di zaman itu.

Sedangkan jikalau kerusakan dan kebatilan juga para pembuat onar dan
kerusakan akan terkalahkan, maka jumlah mereka semakin sedikit dan
tidak nampak. Sehingga zaman itu di nisbatkan kepada keshalehan dan
bisa di katakan sebagai zaman yang shaleh (zaman yang penuh kebaikan).
Hal inilah yang ada di zaman Rasul Allah shallallahu 'alaihi wa sallam
dan masa para al-Khulafa' ar-Rasyidun sepeninggal beliau shallallahu
'alaihi wa sallam.

Namun apabila keadaan zaman itu lebih banyak kejahatan dan para
pelakunya, maka sudah pasti, kebaikan dan orang-orang yang baik akan
jarang di jumpai. Jumlah mereka sedikit dan tertutup, sehingga zaman
itu di nisbatkan kepada keburukan dan di sebut sebagai zaman yang
buruk, serta zaman yang penuh fitnah dan bencana.

Maka sesuai dengan apa yang kami sebutkan tadi, bahwa setiap masa akan
di nisbatkan dan di kategorikan dengan keadaan yang banyak terjadi
saat itu. Namun sebenarnya dalam setiap zaman, tidak akan kosong dari
kebaikan dan keburukan seperti yang telah di jelaskan di atas.
Sedangkan keadaan zaman kita ini juga di masa yang akan datang
kebanyakannya telah di kuasai oleh kerusakan dan orang-orang yang
jahat.

Sedangkan kebaikan jarang di temui dan jumlah orang-orang yang baik
serta mereka yang shaleh pun sangat sedikit. Kebaikan tertutup dan
terkalahkan, bahkan dalam keadaan tertekan. Hanya Allah subhanahu wa
ta'ala lah tempat memohon pertolongan dan Dia-lah sandaran kami serta
sebaik-baik pemelihara.

Wallahu a'lam..

Sumber: Petuah Bijak Sang Imam, hal 10-11.

Senin, 10 Oktober 2011

Sekilas Tentang Kehidupan Sayyidina Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib r.a

Imam Hasan (th. 3-4 Hijriyah / th. 625-699 Masehi) bin 'Ali Bin Abi
Thalib Bin Abdul Muthalib Bin Hasyim Bin Abdu Manaf Al-Quraisy
Al-Hasyimi, cucu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah anak
pertama Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra putri Rasulullah SAW.

Imam Hasan dilahirkan pada pertengahan bulan Ramadhan di Madinah
Al-Munawwarah tahun 3 Hijriyah. Ummu Al-Fadhl (Isteri Al-Abbas)
berkata, "Wahai Rasulullah, saya bermimpi seakan-akan salah satu dari
anggota badanmu ada di rumahku." Rasulullah SAW menjawab, "Kamu
bermimpi sesuatu yang baik. Fathimah akan melahirkan seorang anak
laki-laki, lalu kamu akan menyusuinya dengan air susu anakmu."
Ali bin Abi Thalib r.a, berkata, "Ketika Hasan dilahirkan, Rasulullah
SAW datang seraya bersabda, "Tunjukkan cucu saya kepadaku. Kamu
namakan siapa dia?" Saya ('Ali) menjawab, "Saya menamakannya dengan
Harb (ahli perang)." Rasulullah bersabda, "Tetapi sebaiknya dia
bernama Hasan." Ketika Husain lahir, kami menamainya dengan Harb,
tetapi Rasulullah SAW bersabda, "Dia bernama Husain." Ketika anak
ketiga lahir, Nabi SAW bertanya, "Tunjukkan cucuku kepadaku, kamu
namai siapa dia?" saya menjawab, "Saya menamainya dengan Harb." Beliau
bersabda, "Dia Muhsin." Kemudian beliau bersabda lagi, "Saya menamakan
mereka seperti anak-anak Harun, Syabr, Syabit, Musybir." Muhsin
meninggal pada saat dia masih kecil."

Imam Hasan adalah seorang yang pandai, mulia, wara', tenang, dermawan,
terpuji, pemurah, senang berdamai, benci fitnah dan pertumpahan darah.
Sayyidina Hasan memiliki 11 orang anak, mereka adalah:
1. Zaid,
2. Hasan,
dan ibunya bernama Khaulah bintu Manshur Al-Fazariyah,
3. Al-Qasim,
4. Abu Bakr,
5. Abdullah,
yang kelimanya terbunuh bersama pamannya Husain bin Ali di Thuff,
yaitu daerah pesisir Kufah dari jalan darat yang di dalamnya terjadi
pembunuhan Husain bin Ali r.a,
6. 'Amru,
7. Abdurrahman,
8. Hasan yang dijuluki dengan Al-Asyram,
9. Muhammad,
10. Ya'qub,
11. Ismail.

Imam Hasan meninggal di Madinah tahun 49 Hijriyah, setelah
kepemimpinan Mu'awiyah berlangsung sepuluh tahun. Beliau dimakamkan di
Baqi' dan Sa'id bin Al-'Ash yang menjadi gubernur Madinah
menshalatinya.

Imam Hasan telah diracun oleh isterinya, Ja'dah bintu Asy'ats bin Qays
Al-Kindi. Hasan mengalami sakit selama 40 hari.

Imam Husain menghadap Imam Hasan r.a, lalu Imam Hasan berkata, "Wahai
saudaraku, sesungguhnya aku diracun tiga kali." Dan ketika menjelang
wafat, Imam Hasan berkata kepada Imam Husain, saudaranya, "Wahai
saudaraku, sesungguhnya ayah kita r.a, ketika Rasulullah SAW
meninggal, dia sudah dekat dengan kepemimpinan dan berharap dapat
memegangnya setelah beliau. Tetapi Allah menjauhkan kepemimpinan itu
darinya, dan menyerahkannya kepada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar wafat,
beliau juga menginginkan khalifah itu, tetapi ternyata kekhalifahan
diberikan kepada Umar. Ketika Umar meninggal, lalu diangkatlah Dewan
Enam untuk bermuryawarah dan beliau menjadi salah satu anggota dewan
itu. Tidak diragukan lagi bahwa mereka tidak menginginkan beliau
sehingga menyerahkan kekhalifahan kepada Utrman. Ketika Utsman
meninggal, beliau ('Ali) dibaiat sebagai khalifah kemudian dikudeta
hingga terjadi peperangan, sehingga beliau tidak memegang jabatan itu
secara mulus. Demi Allah, saya berpendapat bahwa Allah tidak
mengumpulkan dalam diri kita Ahlul Bait antara kenabian dengan
kekhalifahan. Saya benar-benar tidak tahu, saya mengkhawatirkanmu,
orang-orang bodoh dari penduduk Kufah akan mengusirmu. Saya telah
meminta kepada 'Aisyah, jika saya meninggal agar diizinkan kepadaku
untuk dikuburkan dirumahnya bersama Rasulullah SAW, Dia menjawab,
"Ya", jika dia berkenan kuburkanlah aku dirumahnya. Tetapi saya
mengira, orang-orang akan mencegahku jika kamu ingin melakukan hal
itu. Jika mereka melakukan pencegahan tersebut, maka janganlah kamu
melawan mereka, tetapi kuburlah aku di Baqi' Al-Gharqad."

Ketika Imam Hasan meninggal, Imam Husain mendatangi 'Aisyah meminta
kepadanya untuk mengubur Sayyidina Hasan di rumahnya, dan Aisyah
menjawab, "Ya, dengan senang hati." Tetapi berita itu sampai kepada
Marwan. Dia berkata, "Husain dan Aisyah berdusta. Demi Allah, Hasan
tidak boleh dikuburkan di sana selamanya. Mereka melarang Utsman untuk
dikuburkan di rumah Aisyah, tetapi mereka akan menguburkan Hasan di
sana." Sampailah berita pertengkaran itu kepada Abu Hurairah seraya
berkata, "Demi Allah, melarang Hasan dimakamkan bersama Rasulullah SAW
ini adalah kezhaliman, karena dia adalah cucu Rasulullah SAW." Lalu
Abu Hurairah mendatangi Husain dan berkata, "Jika kamu takut akan
terjadi peperangan maka kuburkan beliau di kuburan kaum muslimin."
Akhirnya Husain membawa Hasan ke Baqi'. Dan saat itu tidak ada dari
keturunan Bani Umayyah yang menyaksikan penguburan itu selain Sa'id
bin Al-Ash. Hasan dikuburkan disamping neneknya, Fathimah bintu Asad.
Sedangkan usia Hasan pada meninggal itu adalah 47 tahun dan masa
kekhalifahannya berlangsung enam bulan lima hari.


Sumber: Rasulullah SAW Mempunyai Keturunan & Allah SWT Memuliakannya.
hal 102-105.

Di Ambil dari: www.alfirqahannajiah.wordpress.com

Kamis, 25 Agustus 2011

Manaqib Al Imam Faqih Muqaddam ra.

Beliaulah Sayyidunal Imam Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin Ali bin
Muhammad Shahib Mirbat, jadi Imam Muhammad bin Ali Shahib Mirbat
merupakan sosok Imam yang menyatukan seluruh guru-guru tarikat sufi
dan asal-usul para pembesar ahli hakikat dari kalangan Bani Alawy,
sedangkan Sayyiduna Faqih Muqaddam adalah guru dan imam bagi para guru
tersebut bahkan mahaguru dan imam bagi setiap guru dan imam, inilah
yang di ungkapkan oleh penyusun qosidah ini (Habib Abdullah bin Alawi
Al Haddad) menyebut beliau sebagai Syeikhus Syuyukh (maha guru).

Dan beliau adalah seorang Arif Billah yang mengenal hukum-hukum Allah
dan kebesaran-kebesaran Allah, memiliki pengetahuan luas akan berbagai
macam ilmu pengetahuan dan berbagai lautan ma'rifat yang dalam.

Jadi, seorang arif adalah seorang hamba yang beriman kepada Allah
berdasarkan kebenaran dan keyakinan, teguh dalam mu'amalahnya kepada
Allah, mencegah dirinya dari mengikuti hawa nafsu, menghiasi diri
dengan sikap sabar dan takwa, senantiasa bersimpuh di pintu Tuhannya,
hatinya tidak pernah bersandar kepada selain-Nya, hingga ia mendapat
anugerah yang besar dari Tuhannya, ia mengenalnya secara nyata dan
penuh keyakinan, meliputi sifat-sifat dan asma-Nya, hatinya senantiasa
mendapat ilham illahi, senantiasa mengenal rahasia-rahasia-Nya yang
nampak dalam pengaturan takdir-Nya, hingga lepaslah ikatannya dengan
diri sendiri dan semakin kokoh kedekatannya dengan Tuhannya.

Beliaulah tokoh para ulama besar, suri tauladan bagi para arifin, guru
bagi para Muhaqqiqin, pembimbing para salikin, poros utama bagi para
wali sufi, imam para imam umat Muhammad, pemimpin kalangan Bani Alawy,
sumber daerah kewalian Rabbani, pusat kekeramatan yang luar biasa,
pemilik biografi yang tinggi, diakui kesempurnaannya dalam kedudukan
imam ahlu sunnah sebelum memasuki tarekat tasawuf, beliaulah Abu
Abdillah Jamaluddin Muhammad bin Ali bin Al Imam Muhammad bin Ali bin
Alwy bin Muhammad bin Alwy bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin
Muhammad bin Ali Al-'Uraidli bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Al Baqir
bin Ali Zainal Abidin bin Al Husain As Sibit bin Al Imam Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib ra.

Beliau merupakan salah satu pasak utama tarikat tasawuf dan tokoh
ulama besar, Allah menampakkan pada diri beliau tanda-tanda kebesaran,
mengalirkan melalui ucapannya berbagai macam hikmah dan membukakan
baginya rahasia-rahasia gaib.

Orang-orang yang menimba ilmu dari beliau adalah para imam besar dari
kalangan ahli fiqih, guru-guru tasawuf dan shalihin, beliau berhasil
menelurkan para imam besar dari kalangan auliya' dan asfiya' yang
banyak sekali jumlahnya, disamping banyak para salikin yang menjadi
murid beliau, beliau disepakati keimamannya, dan masih banyak lagi
kalangan orang-orang besar dan orang shaleh yang menjadi murid beliau,
beliau memiliki hikmah-hikmah yang bernilai tinggi melalui lisan
hakikat dan kekeramatan yang luar biasa.

Beliau dikenal sebagai sosok yang selalu terjaga dan mendapat
perhatian illahi sejak dari masa kecilnya, beliau juga tergolong sosok
yang selalu terbimbing menuju jalan yang benar dan mendapat bantuan
Allah secara dhahir dan bathin, sangat berupaya dalam mendekatkan
dirinya kepada Allah melalui berbagai macam ibadah, sangat memegang
teguh kitabullah dan sunnah Rasulullah serta mengikuti jalan para
sahabat dan para salaf, beliau dikenal besar pengorbanannya dalam
melatih budi luhur dan mentaati adab syariat dan pelatihan diri,
bersemangat tinggi dalam meraih berbagai macam ilmu syariat Aqli dan
Naqli, menyelami lautan mutiaranya guna meraih permata ilmu yang
terpendam, hingga berhasil mengungguli yang lainnya dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan dan pemahaman.
Seluruh imam di masanya mengakui keunggulannya dan kesempurnaan
keimaman dan sifat warisan Nabawi yang agung pada diri beliau, mereka
melihat pada diri beliau sifat-sifat para Khulafa' Rasyidin,
tanda-tanda para Siddiqin, rahasia para Muqarrabin dan keistimewaan
para ulama besar lainnya.

Permulaan beliau ibarat terminal akhir bagi ulama ahli tarekat yang
setingkat beliau, beliau di berikan kekokohan yang sangat kuat dan
kemantapan dalam kesempurnaan tauhid dan hakikat keyakinan yang belum
pernah dianugerahkan kepada para wali Qutub Al Arifin dan Muqarrabin
selain beliau, hal ini diakui oleh para ahli kasyaf bahwa setiap saat
beliau senantiasa mabuk karena minuman cinta yang murni kepada Allah,
hingga di akhir umurnya beliau mendapat berbagai anugerah yang sangat
agung dan penyaksian hakikat serta anugerah rahasia Ladunni yang
sangat besar, hal ini menyebabkan beliau hilang kesadaran selama
'seratus malam' beliau berdiri tenggelam dalam lautan-lautan rahasia
illahi, hilang dari apapun yang selain Tuhannya, senantiasa
melazimi-Nya tanpa makan dan minum.

Di saat tidak sadarkan diri itu dikatakan pada beliau:

"Kullu Nafsin Dzaa-iqotul Maut"
"Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian." (Qs. Ali Imran: 185).

Beliau menjawab: "Aku tidak memiliki jiwa," dikatakan lagi:

"Kullu Man 'Alayhaa Faan"
"Dan apa saja yang ada di atas bumi akan lenyap." (Qs. Ar Rahman: 26).

Beliau menjawab: "Aku tidak di atasnya."
Dikatakan lagi:

"Kullu Syay-in Haalikun Illaa Wajhahu"
"Segala sesuatu akan binasa, kecuali Dzat Allah." (Qs. Al Qashash: 88).

Beliau menjawab: "Aku berasal dari cahaya wajah-Nya."

Dalam keadaan dibawah titik kesadaran itu beliau mengabarkan hal-hal
ghaib yang akan terjadi di masa depan, rahasia-rahasia illahi dan
ilmu-ilmu alam malakut, dalam keadaan itu beliau mengabarkan bahwa
akan terjadi kebakaran besar di Baghdad dan khalifah yang berkuasa
akan terbunuh, ternyata apa yang beliau kabarkan terjadi, beliau juga
memberitahu tentang banjir bandang yang akan terjadi, beliau
mengatakan: "Sesungguhnya lautan telah mengalami air pasang besar,"
ternyata terjadilah banjir bandang di Hadhramaut yang memakan korban
sekitar empat ratus jiwa dan menghancurkan beberapa kota, banjir ini
disebut dengan Jahisy."

Selain di Hadhramaut juga terjadi banjir bandang di Baghdad tepatnya
pada bulan Jumadil akhir tahun 654 H kala itu sungai Dajlah mengalami
air pasang hingga menjebol bendungan dan pintu kota yang menghancurkan
rumah menteri dan para punggawa khalifah semuanya sekitar 330 rumah
dan menelan banyak korban jiwa akibat terkena reruntuhan rumah di
samping banyak korban lainnya yang tenggelam dalam kejadian itu,
peristiwa ini diceritakan oleh Sayyid Al Allamah Muhammad bin Abu
Bakar Syillih dalam kitab Masyra'Rawi, beliau telah menyebutkan bahwa
Sayyidina Faqih Muqaddam menyebutkan kejadian banjir yang akan terjadi
di Baghdad itu saat beliau dalam keadaan di bawah titik kesadaran itu,
beliau juga mengabarkan akan terjadi kebakaran di masjid Nabawi dan
ternyata di hari pertama bulan Ramadhan sekitar tahun 656 H terjadilah
kebakaran di masjid itu, beliau juga memberitahukan tentang serbuan
tentara Tatar dan khalifah akan terbunuh pada bulan Shafar 650 H.

Dikarenakan dirasa terlalu lama oleh anak-anaknya masa ketidak sadaran
beliau, mereka memaksa beliau untuk memakan sesuatu tetapi beliau
menolak, bahkan di hari terakhir kehidupannya mereka memaksa dengan
memasukkan makanan dalam perut beliau, ketika makanan itu masuk dalam
perutnya, mereka mendengar suara yang mengatakan: "Bila kalian merasa
keberatan terhadapnya sesungguhnya kami yang akan menerimanya, bila
kalian membiarkannya tidak makan pasti ia akan terus hidup."

Menurut riwayat lain: "Ketika beliau merasa adanya makanan yang masuk
dalam perut, beliau membuka mata dan dan bertanya: "Apa kalian merasa
berat terhadapku?" Setelah itu beliau meninggal dunia, semoga Allah
merahmati beliau dan merahmati kita semua berkat beliau serta tidak
mengharamkan kita mendapatkan berkahnya di dunia dan akhirat, berikut
orang tua, guru-guru dan kerabat kita semua, aamiin.


Sumber: Syarhul 'Ainiyah (hal, 222-226)

Jumat, 12 Agustus 2011

Mutiara Kalam Khulafaur Rasyidin

"Kegelapan itu ada 5 hal, sedangkan penerangnya juga ada 5 perkara:
1. Cinta pada dunia adalah gelap, sedangkan lampunya adalah taqwa kepada-Nya.
2. Dosa adalah kegelapan, sedangkan lampu penerangnya adalah taubat.
3. Kubur adalah gelap, sedangkan lampu penerangnya adalah kalimat 'LAA
ILAAHA ILLALLAH MUHAMMAD RASULULLAH'.
4. Akhirat adalah gelap, sedangkan lampunya adalah amal shaleh.
5. Titian jembatan di atas neraka adalah gelap, sedangkan lampunya
adalah yakin."
(Sayyidina Abubakar Ash-Shiddiq)


"Lautan itu ada 4, yaitu:
1. Hawa Nafsu adalah lautan dosa.
2. Nafsu adalah lautan syahwat (keinginan).
3. Maut adalah lautan umur.
4. Kubur adalah lautan penyesalan."
(Sayyidina Umar bin Khattab)


"Barang siapa yang meninggalkan gemerlapnya dunia, niscaya di sukai Allah SWT.
Barang siapa yang meninggalkan dosa-dosa, niscaya ia di sukai para malaikat.
Dan barang siapa yang mencegah tamak terhadap orang-orang muslim,
niscaya ia akan di cintai kaum muslimin."
(Sayyidina Utsman bin Affan)


"Barang siapa yang beramal untuk akhiratnya, maka Allah SWT akan
mencukupi urusan agama dan dunianya.
Barang siapa yang memperindah bathinnya, maka Allah SWT akan
memperindah jasmaninya.
Dan barang siapa memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah SWT, maka
Allah SWT akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia."
(Sayyidina Ali bin Abi Thalib)

Sabtu, 06 Agustus 2011

Kisah Seorang Waliyah Besar Dan Sayyid kecil (Perihal Mahabbah Kepada Rasulullah SAW)


Syahdan, hiduplah seorang Waliyah (wali Allah perempuan) yang sangat ternama di zamannya dengan kecintaan beliau kepada Allah SWT. Sekali waktu beliau ini ditanyai orang: “Apakah engkau mencintai Rasulullah SAW, selain engkau juga cinta kepada Allah SWT?” jawab beliau: “ Hatiku sudah dipenuhi cinta kepada-Nya dan tidak bisa mencintai selain-Nya.” Malamnya beliau bermimpi, mendengar suara dari Arsy: “Wahai fulanah, engkau kami cintai, tapi bukan engkau yang paling kami cintai”. Terkejutlah beliau didalam mimpinya dan beliau bertanya: “Siapakah yang lebih dicintai dari diriku?” Didalam mimpinya beliau melihat seorang pemuda yang sedang lelap tertidur di pangkuan Baginda Rasulullah SAW. “Dialah yang lebih kami cintai dari engkau, karena dia cinta kepada kekasih kami, dan kekasih kami pun cinta kepadanya, kami cinta kepadanya melebihi cinta kami kepada engkau”. Terbangunlah waliyah ini dan di carilah olehnya pemuda ini. Akhirnya si waliyah ini berjumpa dengan sang pemuda tadi, di lihatnya apa amal dan kerjanya, si pemuda ini rupanya hanyalah seorang sayyid miskin yang menjadi kuli di pasar, pulang dari pasar, dia merawat ibunya yang sakit, malamnya ia beribadat, itu saja. Dihari yang kedua, di lihatnya si pemuda kembali bekerja di pasar, tapi di hari itu tidak ada yang menggunakan tenaganya, akhirnya dia pulang dengan tangan kosong. Waliyah ini mengikuti si pemuda sampai di depan rumahnya, tiba-tiba si pemuda menengadahkan tangannya ke langit dengan dengan tanpa berdoa dan berkata-kata, dengan seizin Allah SWT tiba-tiba ditangannya sudah di penuhi uang. Di Hari yang ketiga, di lihatnya si pemuda ini tidak bekerja, ketika di cari-carinya ternyata sang pemuda terbaring sakit, kata si pemuda: “Wahai fulanah, kemarilah!”. Berkata si sayyid miskin ini: “Aku tahu engkau fudhul (usil ingin tahu) dengan diriku selama 3 hari ini, ketahuilah olehmu, cintamu itu sudah cacat bercela, engkau mencintai satu kekasih saja, kekasih yang lain tidak engkau cintai, jawablah aku, kekasih mana yang bisa meridhoimu?.” Terkejutlah si Waliyah ini dan iapun sadar, bahwa si pemuda adalah soerang Wali Allah yang lebih utama dari dirinya. kemudian di dengarnya si pemuda bermunajah: “Wahai kekasih, sudah terbuka rahasia antara kita berdua, tiada guna aku berlama-lama disini, jemputlah aku untuk berjumpa dengan-Mu.” Lalu si pemuda menyebut: “Allah” , wafatlah beliau pada saat itu juga, si Waliyah inipun menangis tersedu-sedu dan menyadari kesalahannya. Sumber: Al-Habib Rafiq bin Luqman Al-Kaff